Banyak teman yang masih bermain game sebenarnya bukan ingin bersenang-senang saja, tetapi mereka bermain untuk merasakan kembali apa yang pernah mereka rasakan saat masih kecil. Namun tidak mudah menjadi seorang bocah seperti masa lalu! Yang mana kita tidak memiliki beban akan masalah sekitar kita. Kita juga tidak terlalu peduli akan grafik tetapi merasakan gameplay yang diberikan dalam game tersebut.
Hal lain adalah fakta video game saat ini berada di console terbaru dan tidak dapat dinikmati tanpa adanya bantuan dan support dari alat lain seperti TV, Sound Speaker dan tentunya makanan kecil yang mengurangi lapar saat bermain. Sebenarnya semua gamer bukanlah penggila yang jatuh pada hal negatif, ada yang malah mengharumkan nama Indonesia walau sejujurnya negara sendiri kurang peduli pada mereka.
Harga game yang dibeli sangatlah mahal, hal ini karena memakai kurs luar yang tentu saja berbeda-beda. mana lagi ongkos kirim ke Indonesia yang tidak murah. Belum lagi bila membeli di toko dikenakan pajak yang membuat mahal.
Tapi fakta bahwa biasaya mendapatkan game sangat mahal seharusnya membuat kita berfikir dan menyadari. bahwa untuk menjadi bahagia tidaklah murah. Mungkin kita akan menghina para gamer yang kurang bersosialisasi. tetapi apakah kita akan bangga bila dia bersosialisasi ternyata sama yang kelainan jiwa atau bahkan pemakai narkoba.
Dari sebuah majalah mengajarkan. Jadilah kamu gamer yang pintar, yang berarti janganlah kamu menjadi penggila game tetapi kamu malah tidak berotak. Ini sama halnya dengan kamu memiliki 'Smartphone' tetapi kelakuan kamu memakainya tidaklah 'Smart'. Akhir kata marilah kita menjadi Gamer pintar yang 'pintar' bukan sok 'pintar'.
TEMPO.CO, Jakarta - Menjadi penggila game memang butuh modal yang tak sedikit. Biaya terbesar biasanya dikeluarkan untuk membeli perangkat keras. Para penggila game tidak puas hanya memakai komputer atau televisi sekenanya. Mereka menambahnya dengan berbagai aksesori untuk meningkatkan kemampuan komputer atau menggabungkan console dengan home theater, sehingga atmosfer dalam permainan benar-benar terasa.
Wisnu Wardhana, Vice President Financial Institution Bank Danamon Indonesia, membangun tempat khusus untuk nge-game yang megah di rumahnya. Di dalam ruangan 7,5 x 5 meter yang kedap suara dan berpenyejuk udara, kenyamanan bermain game terasa dengan empat kursi empuk untuk bersantai. Selain layar lebar 110 inci, ada lima sound system. Tiga di depan, dua di belakang, plus 1 subwoofer atau 5 point 1. "Kalau buat nge-game, 5.1 sudah bisa. Tapi kalau untuk film, sebaiknya 7.1. Jadi, kalau kita main perang-perangan, di samping kiri-kanan kita terasa benar-benar di medan peperangan,” katanya.
Harga perangkat sound system itu bisa bikin merinding. Untuk sepasang speaker di kanan-kiri bagian depan, Wisnu berani merogoh sekitar Rp 27 juta. Itu belum termasuk tiga speaker lain dan satu subwoofer yang harganya mencapai Rp 12 juta.
Di kamar khusus itu, ada dua proyektor yang terdiri atas proyektor 3 dimensi serta proyektor biasa dengan harga Rp 19 juta dan Rp 11 juta. Wisnu biasa memainkan XBox console game dan PlayStation3 yang masing-masing senilai Rp 3 juta. "Dulu ada Wii, tapi jarang dipakai, sudah saya hibahkan ke keponakan,” ujarnya. "Paling yang main Wii saya,” Kunti menimpali.
Ia menambahkan receiver, yang berfungsi sebagai prosesor game, senilai Rp 11 juta. Jika ditotal, nilai perangkat permainannya itu lebih dari Rp 100 juta!
Wisnu biasanya berburu perangkat permainan melalui eBay, Kaskus, atau membeli langsung di Amerika Serikat. Receiver adalah contoh perangkat yang ia beli melalui eBay. Semua permainannya sudah wireless (tanpa kabel). "Lebih aman.”
Selain soal perangkat keras, ada pengeluaran rutin untuk membeli game yang tak habis-habisnya muncul. Gde Adithya Mahendra Rai, mantan model Jajaka Bandung misalnya. Setiap bulan selalu ada game pilihan yang menambah koleksinya. Semuanya harus game asli, buatan Jepang, bisa baru atau bekas. Pembelian biasanya lewat belanja online. Anggarannya per bulan Rp 3 juta. Belum termasuk biaya sambungan Internet kencang per bulan Rp 1,2 juta.
Anggaran itu bisa bertambah jika ada console game baru yang keluar 4-5 tahun sekali. Selain menunggu kiriman, ia kerap terbang ke Jepang untuk mendapatkan idamannya. Misalnya, saat peluncuran Play Station-3 pada 2005, Adithya rela antre dan camping di depan toko game di Distrik Akihabara, Tokyo, dari pukul enam sore hingga toko buka pukul sembilan pagi.
Kebiasaan lain dalam perburuan di Jepang adalah mencari game-game bekas pakai namun kondisinya masih baik. Menurut Adithya, orang Jepang, sehabis game-nya tamat, sering menjual game miliknya. "Mereka tak bisa koleksi seperti saya karena rumahnya kecil-kecil," katanya.
Adithya memang suka membantu kenalannya yang ingin mencari game bekas seperti itu. Tapi dia sendiri pantang menjual koleksinya. "Saya mau mendirikan museum di rumah saya sendiri nanti," ujarnya.
Adapun Bagus Wirahadi Sutana, staf Bulog Bandung, maksimal menghabiskan Rp 1 juta untuk memburu game-game incaran. Biasanya, ia suka berbelanja game bekas tapi masih bagus, yang ditandai dengan banyak bintang dari e-Bay. Barang buruannya game-game edisi terbatas bergenre action dan RPG (role playing game), seperti Kingdom Hearts dan Dissidia Final Fantasy. "Beli second karena susah dapat yang baru dan lebih murah," katanya.
Harga game bekas edisi terbatas itu berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Adapun game asli bekas yang biasa, bukan edisi terbatas, sekitar Rp 100-300 ribu. Harga itu lebih miring separuhnya dari harga di mal elektronik.
Agar sakunya tak tekor, Bagus biasanya menjual koleksi game asli satu per satu seharga Rp 250 ribu per buah. Penjualannya di Kaskus atau ke temannya langsung yang berminat. Hasilnya dipakai untuk menambah pembelian game bekas edisi terbatas yang berharga di kisaran Rp 400 ribu sampai Rp 500 ribu.
Koleksi mainan Wisnu yang mantan atlet renang nasional ini ada ratusan. Tapi belakangan sebagian koleksinya dihibahkan ke keponakan dan temannya. Yang tersisa hanya puluhan yang masih setia dimainkannya. "Biarpun permainan selalu berkembang, yang usianya dua tahunan masih suka saya mainin lagi,” ia menjelaskan.
Yang jelas, tutur Wisnu, kegilaannya pada permainan saat ini adalah untuk membayar masa kecil hingga remajanya yang terampas lantaran harus berlatih renang. "Dulu saya selalu berpikir, coba punya game boy,” katanya.
20D2A96B
0 komentar:
¿Te animas a decir algo?